Dinas Kesehatan Pacitan Tingkatkan Tata Kelola Aset, Gelar Pendampingan Penyusunan Pelaporan BMD untuk 24 Puskesmas

 


Dinas Kesehatan Pacitan Tingkatkan Tata Kelola Aset, Gelar Pendampingan Penyusunan Pelaporan BMD untuk 24 Puskesmas

PACITAN, Lidikinvestigasi.com Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat transparansi dan akuntabilitas publik melalui penyelenggaraan Pendampingan Penyusunan Pelaporan Barang Milik Daerah (BMD) bagi pengurus barang dan pengurus obat dari 24 puskesmas yang ada di wilayah Pacitan. Kegiatan ini menjadi salah satu agenda penting dalam upaya meningkatkan kualitas manajemen aset di sektor kesehatan.

Pelaporan BMD merupakan kewajiban setiap unit kerja pemerintah demi menjaga tertib administrasi dan memastikan pemanfaatan aset negara sesuai ketentuan. Namun, kompleksitas pencatatan dan regulasi sering menjadi kendala teknis di lapangan, terutama pada puskesmas yang memiliki beban kerja pelayanan tinggi. Melihat kondisi tersebut, Dinas Kesehatan Pacitan memandang perlu adanya pendampingan intensif agar setiap puskesmas mampu melakukan penyusunan laporan aset secara benar, lengkap, dan tepat waktu.

Dalam kegiatan pendampingan ini, Dinas Kesehatan menghadirkan narasumber dari Badan Keuangan Daerah (BKD) Pacitan serta Inspektorat Kabupaten Pacitan. Kedua lembaga tersebut berperan memberikan arahan teknis, pembinaan administrasi, serta penguatan aspek pengawasan internal.

BKD memaparkan berbagai pembaruan regulasi terkait manajemen BMD, termasuk prosedur pencatatan, penghapusan aset, hingga penyusunan laporan tahunan. Penjelasan tersebut penting mengingat perubahan aturan sering menjadi faktor kesalahan pelaporan di unit pelayanan kesehatan.

Sementara itu, Inspektorat menekankan pentingnya integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset daerah. Pengurus barang puskesmas diingatkan untuk melakukan pencatatan secara teliti, terbuka, dan sesuai mekanisme, karena laporan BMD akan menjadi dokumen penting dalam evaluasi audit internal maupun audit eksternal.

Inspektorat juga memberikan simulasi mengenai temuan-temuan umum dalam audit aset di fasilitas kesehatan, seperti selisih stok barang, pencatatan ganda, aset tidak ditemukan, serta ketidaksesuaian kodefikasi barang. Melalui simulasi ini diharapkan peserta mampu mengantisipasi kesalahan administratif sedini mungkin.

Suasana pendampingan berlangsung interaktif. Peserta dari 24 puskesmas terlihat antusias mengikuti materi, mencatat poin penting, dan aktif bertanya terkait hambatan yang sering mereka alami.

Beberapa kendala yang paling sering muncul di antaranya:

  • Belum sinkronnya data barang antara aplikasi internal dengan dokumen fisik di lapangan.

  • Terbatasnya SDM pengurus barang, karena banyak pengurus merangkap tugas lain.

  • Kurangnya pemahaman terkait prosedur penghapusan dan mutasi barang, sehingga banyak aset tidak diperbarui statusnya.

  • Perubahan regulasi yang cepat, menyebabkan beberapa puskesmas masih menggunakan format dan tata cara lama.

Melalui forum diskusi, para narasumber memberikan solusi dan langkah-langkah perbaikan yang dapat langsung diterapkan di masing-masing puskesmas, termasuk penyusunan ulang daftar barang, rekonsiliasi data dengan BKD, serta penguatan fungsi pengawasan kepala puskesmas sebagai penanggung jawab unit kerja.

Dinas Kesehatan Pacitan menegaskan bahwa kegiatan pendampingan ini bukan sekadar pemenuhan persyaratan administrasi, tetapi merupakan bagian dari upaya sistematis untuk membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan profesional, khususnya dalam sektor kesehatan.

Beberapa manfaat strategis yang ingin dicapai antara lain:

  1. Meningkatkan akurasi data aset sehingga semua barang milik daerah tercatat sesuai kondisi riil.

  2. Memperkuat pertanggungjawaban keuangan maupun non-keuangan, terlebih laporan BMD terintegrasi dengan penyusunan neraca daerah.

  3. Mencegah potensi kerugian negara akibat aset hilang, rusak, atau tidak tercatat.

  4. Mengoptimalkan pemanfaatan barang, agar dapat mendukung peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.

  5. Membantu puskesmas menghadapi pemeriksaan auditor, baik dari Inspektorat maupun BPK.

Dinkes berharap seluruh puskesmas mampu menerapkan hasil pendampingan ini secara konsisten sepanjang tahun, bukan hanya saat menjelang penyusunan laporan. Dengan demikian, proses administrasi dapat berjalan lebih efektif, tertib, dan sesuai standar nasional pengelolaan aset daerah.

Kepala Dinas Kesehatan Pacitan dr.daru mustikoaji menegaskan bahwa kegiatan seperti ini akan terus dilakukan secara rutin. Selain sebagai agenda pembinaan teknis, pendampingan juga menjadi sarana evaluasi untuk mengetahui kondisi riil pengelolaan aset di seluruh puskesmas.

“Pengelolaan BMD bukan hanya soal pencatatan, tetapi mencerminkan akuntabilitas kita dalam mengelola fasilitas pelayanan kesehatan. Kami ingin setiap puskesmas menjalankan tugas ini dengan baik, tepat, dan transparan,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah daerah menargetkan pengelolaan BMD di sektor kesehatan harus memenuhi standar audit tanpa catatan (WTP) serta mampu mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik.

Melalui pendampingan ini, Dinas Kesehatan Pacitan berharap tercipta sistem pelaporan BMD yang lebih tertib, sesuai regulasi, dan berkelanjutan. Sinergi antara Dinkes, BKD, Inspektorat, dan seluruh puskesmas diharapkan mampu memperkuat tata kelola aset serta memastikan setiap barang milik daerah benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan layanan kesehatan masyarakat.

Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa pengelolaan aset bukan sekadar administrasi, tetapi fondasi penting dalam menciptakan pelayanan kesehatan yang profesional, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. (Setyo)