Search

Pilkada Pacitan Memanas: Gagalnya Debat Publik dan Suasana Politik yang Kian Tegang

Ilustrasi suasana politik Pacitan menjelang Pilkada 2024 yang memanas, menampilkan simbol debat publik yang batal digelar dan suasana tegang di tengah masyarakat

Pacitan, Lidikinvestigasi.com – Suasana politik di Pacitan jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 semakin memanas. Setelah melewati berbagai riak kecil, kini tensi dinamika sosial-politik kian tinggi, menyerupai bara api dalam sekam. Sejumlah peristiwa yang tak terduga, seperti gempa bumi dan hujan deras, seolah turut memberi warna pada konstelasi politik yang sedang berlangsung.

Isu keterlibatan sejumlah pihak dari berbagai elemen pemerintahan, mulai dari kepala dan perangkat desa, guru PAUD, ASN, hingga aparat TNI-Polri yang diduga terafiliasi dengan pasangan calon tertentu, menambah panasnya suasana. Ketegangan ini membuat kondisi kebatinan masyarakat Pacitan terasa tegang, bahkan alam seakan ikut merespons.

Seorang tokoh kawaskithàn Pacitan, Panembahan NuRoso Jati, memberikan pandangannya. Menurutnya, situasi ini mengingatkan pada masa pemilihan bupati antara Pak Sutris dan Pak Yono. “Saat itu, masyarakat resah dengan kebijakan terkait kayu yang ditanam di lahan rakyat. Ketika akan menjual, mereka harus mengurus Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). Akhirnya, Pak Yono mengirim empat utusan ke Kementerian Kehutanan dan sejak saat itu sengon laut menjadi komoditas unggulan di Pacitan. Pabrik plywood pun bermunculan,” tuturnya.

Lebih lanjut, pria kelahiran Arjosari ini juga menyinggung persoalan kebutuhan air bersih di musim kemarau dan pengelolaan anggaran yang dianggap tidak tepat sasaran. “Hal-hal seperti ini membuat masyarakat Pacitan kemrungsung. Alam kemudian terkoneksi dengan frekuensi ini. Muga-muga tidak sampai nemahi rubido. Segeralah bertaubat bagi poro nayoko yang mengemban toto projo,” pesannya.

Situasi makin rumit setelah terjadi fenomena gagalnya agenda Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Pacitan untuk menggelar salah satu tahapan penting Pilkada, yaitu debat pasangan calon. Peristiwa ini menjadi sorotan luas karena dianggap mencoreng jalannya proses demokrasi di daerah tersebut.

Menurut informasi, pasangan calon nomor urut 01 telah menyarankan agar debat dipindahkan ke lokasi dalam ruangan, mengingat prediksi cuaca dari BMKG yang memperkirakan akan turun hujan. Namun, saran tersebut tidak diindahkan oleh pihak KPU Pacitan.

Tim hukum paslon 01, Muzayin, SH., M.Hum., memberikan pernyataan tegas. “Saya melihat KPU Pacitan kurang profesional. Pertama, LO (Legal Officer) paslon 01 sudah mengusulkan agar debat dilakukan di gedung, tapi ditolak dengan alasan mudah-mudahan tidak hujan. Kedua, KPU tidak memiliki rencana alternatif atau Plan A dan Plan B untuk mengantisipasi situasi. Ketiga, Ketua KPU menyatakan debat paslon telah selesai padahal acara belum dibuka,” ungkapnya.

Gagalnya debat publik ini memunculkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat dan pemerhati politik lokal. Ada yang menilai hal ini akan memengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap KPU Pacitan, sementara yang lain menganggapnya sebagai insiden teknis yang seharusnya bisa diantisipasi.

Dengan situasi politik yang sudah panas, peristiwa ini semakin menambah ketegangan menjelang hari pemungutan suara. Masyarakat kini menanti bagaimana KPU Pacitan akan memperbaiki kepercayaan publik dan memastikan tahapan Pilkada berikutnya berjalan dengan lancar, aman, dan transparan.

Gelombang dinamika politik di Pacitan seakan menjadi pengingat bahwa demokrasi membutuhkan profesionalisme, transparansi, dan kesiapan menghadapi segala kemungkinan, baik dari sisi teknis maupun nonteknis. (Red*)